KUTUBUKUKARTUN-Memoir of a Snail adalah film animasi stop-motion yang dikerjakan oleh Adam Elliot selama 8 tahun. Ini adalah film panjang keduanya setelah Mary and Max tahun 2009, terdapat juga 5 film pendek buatannya yang salah satunya pernah memenangkan penghargaan Oscar. Tidak berbeda dengan karya Elliot lainnya, Memoir of a Snail mengusung tragicomedy, yakni genre yang menggabungkan tragedi dan komedi, sesuatu yang sebetulnya sangat bertentangan, membuat penonton meneteskan air mata saat menangis pada adegan sedih sekaligus tertawa pada adegan atau dialog lucunya. Di indonesia film ini diputar dalam festival Jakarta FIlm Week 2024 Oktober.
Memoir of a Snail bukanlah berkisah tentang bekicot (snail), yakni hewan bertubuh lunak, berantena, dan memiliki tempurung keras, ukurannya sekitaran sekepalan tangan. Alih-Alih, film ini bercerita tentang Grace Pudel berusia dewasa yang sedang curhat ke bekicot di taman rumahnya. Cerita lalu mundur ke tahun 1970-an memperlihatkan masa kecil Grace yang berbibir sumbing dan kerap dirisak oleh anak kecil lainnya. Saat itulah Grace diselamatkan dan dibela oleh Gilbert, saudara kembarnya. Suara Grace dewasa diisi oleh Sarah Snook, bintang serial tv HBO Succession, sementara suara Gilbert dewasa diisi oleh Kodi Smit-McPhee yang pernah memenangkan banyak penghargaan ternama atas peran pendukungnya di film The Power of the Dog.
Dari kecil, Grace suka memelihara bekicot, kegemaran yang juga dimiliki ibunya yang meninggal saat melahirkannya. Beragam hobi unik diangkat dalam film ini, seperti ayah Grace yang suka menambul (juggling) dan Gilbert yang suka bermain api. Grace dan Gilbert suka membaca buku bersama, di sinilah diperlihatkan detail-detail menarik seperti judul-judul buku yang mereka baca merupakan bukan rekaan belaka, melainkan dari buku-buku yang betulan terbit di dunia, di antaranya terdapat judul Lord of the Flies, Of Mice and Men, The Catcher in the Rye, Memoirs of a Geisha, dan lainnya. Dari judul buku terakhir yang barusan disebut, tampaknya wajar kalau menebak apakah judul film ini merupakan pelesetan dari judul buku yang bercerita tentang hidup seorang Geisha itu.
Seperti film panjang Adam Elliot sebelumnya, mentang-mentang film animasi stop-motion dengan tokoh imut-imut lantas berharap mendapatkan kisah yang lucu dan menggemaskan. Ya, tragicomedy memang mengandung komedi yang lucu, tapi jangan lupakan juga unsur tragedi yang bersifat tragis. Sebelum sampai pada bagian yang menggemaskan, hati penonton harus rela diremas-remas oleh kejadian buruk yang menghujani Grace dan kembarannya, Gilbert.
Pertama, ibu mereka meninggal saat melahirkan. Kemudian, ayahnya meninggal seperti ingin menyusul ibunya. Hidup tanpa orangtua sudah berat, bukannya mendapat kemudahan malah diperparah dengan Grace yang harus berpisah dengan Gilbert karena diadopsi oleh dua keluarga yang tinggal berjauhan. Pada film Mary and Max, terdapat jarak yang memisahkan kedua tokoh yang ingin hidup bersama, terjadi juga di film sekarang. Mary dan Max juga Grace dan Gilbert hanya bisa mengobrol via surat, dan sebagai bukan orang yang kaya raya, mereka berusaha mengumpulkan uang untuk bisa pergi berkunjung.
Perjalanan hidup Grace dan Gilbert jauh dari kata mulus. Mereka diadopsi oleh keluarga yang aneh bahkan keluarga Gilbert sampai membuat Gilbert celaka. Orangtua meninggal dan terpisah dari saudara kembar bukanlah kali terakhir Grace ditinggalkan oleh orang-orang yang disayanginya, tapi cobaan terus bergulir tanpa henti seakan hidup bersikeras membuat Grace hidup sebatang kara. Orang-orang baru mendekat dan masuk ke dalam hidup Grace hanya untuk menjauh lalu menghilang lagi, mereka berperan besar dalam menguji kewarasan Grace.
Topik mengenai kehilangan dan kematian orang terdekat jelas ditujukan untuk penonton berusia dewasa. Tanpa disebutkan secara eksplisit, tokoh-tokoh dalam film ini sebetulnya tengah berjuang menghadapi depresi. Tidak terelakkan ada juga tokoh yang memikirkan dan memutuskan untuk mencabut nyawanya sendiri. Topik-topik berat seperti ini hendaknya diketahui oleh penonton sebelum menonton film agar lebih bisa mempersiapkan diri. Penonton diharapkan bijaksana dan tidak perlu memaksakan diri jika merasa topiknya terlalu berat dan bahkan bisa mempengaruhi kondisi psikis orang yang berbeda-beda.
Selain topik kehilangan, depresi, dan bunuh diri, ada juga beberapa penyebutan istilah dan referensi mengenai aktifitas seksual. Adam Elliot juga kerap mengangkat topik mengenai Tuhan dan agama di dalam film-film buatannya.
Sebagai sutradara, penulis, dan produser film Memoir of a Snail, Adam Elliot membuat istilah baru untuk menggambarkan genre filmnya yaitu “clayography”. Kata itu merupakan gabungan dari kata “clay” dan “biography”. Clay adalah tanah liat plasticine yakni bahan yang digunakan untuk membentuk karakter dan segala propertinya yang lalu dijadikan animasi dalam bentuk stop-motion. Sementara biografi (biography) adalah kisah tentang perjalanan hidup seseorang dalam hal ini adalah hidup Adam Elliot yang juga turut menginspirasi dan menyumbang beberapa elemen cerita dalam film Memoir of a Snail.
Warna yang digunakan dalam film ini cenderung gelap, sesuai dengan tema dan cerita yang jauh dari kata ceria. Kisah luar biasa dan sifat unik setiap tokohnya menghadirkan bentuk-bentuk clay yang menarik, baik dalam bentuk manusia, benda-benda di dalam dan luar rumah sampai beragam bentuk binatang. Jangan mudah tertipu dengan bentuk animasi yang imut-imut karena ceritanya dipenuhi dengan kepedihan dalam kehidupan.
Lalu apakah menonton Memoir of a Snail hanya akan memperoleh sedih-sedihnya saja? Jawabannya adalah tidak. Selain selalu ada titik-titik kehangatan di antara keterpurukan hidup Grace, pembuat film ini tidak pernah lupa menyajikan hal-hal indah sebagai kejutan yang pada akhirnya membuat manusia bisa menghargai hidupnya.
#Adam Elliot #Clayography #Jakarta Film Week 2024 #Memoir of a Snail