Review Film The Most Precious of Cargoes: Cermin Kebaikan ke Sesama Manusia di Tengah Perang

Sabtu, 19 Oktober 2024, 20:38 - 3 Menit, 32 Detik Membaca

Review Film The Most Precious of Cargoes: Cermin Kebaikan ke Sesama Manusia di Tengah Perang

KUTUBUKUKARTUN-Film The Most Precious of Cargoes yang memiliki judul asli dalam bahasa Prancis, La Plus Précieuse des Marchandises, adalah film animasi yang disutradarai oleh Michel Hazanavicius. Film ini adalah adaptasi dari novel berjudul sama yang terbit tahun 2019 karya Jean-Claude Grumberg; dia jugalah yang menulis naskah untuk filmnya. Michel Hazanavicius dikenal sebagai sutradara dan penulis dari The Artist, film Prancis tahun 2011 yang memenangkan banyak award di antaranya Oscar, Golden Globe, BAFTA, Cannes, Critics Choice, dan banyak lainnya.

Setelah melakukan premiere sekaligus berkompetisi di Festival Film Cannes, film ini diputar sebanyak dua kali di perhelatan Jakarta World Cinema yang baru saja berlangsung dari 21-28 September 2024, dengan klasifikasi usia penonton 13+ tahun. Film ini juga menjadi nominasi Cristal di Annecy International Animated Film Festival 2024.

Prasangka Buruk Hanya Berdasarkan Etnis

Kisah dalam filmnya berawal dari pasangan suami istri miskin tanpa anak yang hidup di tengah hutan. Sang suami bekerja sebagai penebang kayu, sementara sang istri setiap hari berdoa memohon untuk dikaruniai anak. Di tengah hutan itu terdapat satu jalur rel yang kerap dilintasi oleh kereta barang. Suatu hari, sang istri menemukan bayi perempuan yang terlempar dari kereta yang lewat. Dengan suka cita karena merasa doanya terkabul, sang istri membawa bayi tersebut ke rumah.

Jangan berharap akan menyaksikan film bertema keluarga dalam suasana yang manis dan hangat. Ternyata, suaminya tidak menyambut bayi itu dengan gembira. Dia menyebutnya bayi itu berasal dari orang-orang yang bersifat buruk dan tidak berperasaan. Ditambah lagi, mereka berdua juga terancam hukuman berat jika ketahuan merawat bayi yang berasal dari kereta. Sang istri dengan keras tidak sependapat, menurutnya bayi itu juga bayi manusia yang sama seperti diri mereka, memiliki detak jantung yang persis sama—terlepas dari siapa pun identitas orangtua aslinya.

Penderitaan Akibat Kekacauan Perang Dunia II

Pada awal film, hutan dan kereta itu tidak bernama. Namun, selanjutnya baru diperlihatkan adegan dari sudut pandang orangtua bayi. Ternyata bayi itu dilempar keluar dari kereta oleh ayah si bayi, dengan harapan dapat menyelamatkan nasib bayinya. Lalu kereta apakah itu? Ke manakah tujuan kereta itu melaju? Selanjutnya diperlihatkan ayah si bayi mengenakan seragam berlambang Star of David, yang menunjukkan identitasnya sebagai seorang Yahudi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa itu adalah hutan di pedalaman Polandia, di mana kereta itu membawa orang-orang Yahudi ke kamp konsentrasi Auschwitz.

Saat Perang Dunia II, Adolf Hitler dengan keji memimpin genosida yang menyebabkan korban jiwa sebanyak kurang lebih enam juta orang Yahudi. Sepenggal kisahnya yang memilukan hati dituangkan di dalam film ini. Selain kelaparan dan kematian, ada juga seorang bapak yang harus terpisah dari istri dan anak-anaknya. Juga berbagai pengorbanan, sampai berupa nyawa, yang dilakukan orang-orang demi menyelamatkan dan merawat si bayi mungil yang masih suci dari dosa.

Horor yang Sebenarnya

Kebanyakan adegan di The Most Precious of Cargoes bernuansa dingin dan suram, sesuai potret kondisi semasa perang. Tone warna dingin dan gelap mendominasi, dinginnya hutan bersalju dan kekejian Nazi Jerman seperti dirasakan langsung oleh penonton di depan layar. Bentuk animasinya realis dengan pewarnaan yang tidak terlalu rumit. Di tengah film, tepat pada bagian yang memperlihatkan ayah si bayi dalam keadaan yang mengenaskan, bekerja di kamp konsentrasi dengan tubuh hanya bersisa tulang berlapiskan kulit, ditambah kekhawatiran atas anak yang dengan sangat menyesal telah dia lempar ke luar kereta dan kerinduan pada istri yang juga terpisah darinya, disajikan ilustrasi wajah-wajah menderita dan putus asa para korban perang yang terlihat menyeramkan. Ilustrasi yang ditampilkan cukup lama itu sanggup membuat nyali keok, tidak kalah seram dari ilustrasi hantu.

Inilah film horor yang sebenarnya, bukan tentang iblis atau roh jahat, tetapi monster nyata berbentuk manusia yang hanya ingin menyakiti sesama manusia. Sepanjang total 81 menit, film ini menampilkan hubungan pilu antara ibu yang bisa melimpahkan kasih sayang walaupun bukan pada anak sendiri dan seorang ayah yang berpisah dengan anak dan istrinya karena dipaksa oleh kondisi perang yang sangat buruk. Walaupun begitu, tetap ada harapan dari orang-orang baik yang saling membantu semampu mereka, juga perjalanan takdir yang bisa bergerak ke arah yang lebih baik. 

Dalam hal itulah, animasi adalah medium yang tepat untuk menggambarkan suasana muram dan kesedihan di dalam perang. Meskipun perang adalah topik yang sangat serius, sangat bertolak belakang dari film animasi tentang cerita untuk anak yang biasanya mengocok perut. Permainan gambar dan warna dapat dengan luwes menampilkan suasana yang diinginkan, dramatisir penderitaan dan horor di tengah perang, juga cerahnya harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Akhir kata, film ini bisa menjadi pengingat untuk senantiasa menebarkan kebaikan walaupun sedang berada dalam kondisi yang tidak kalah memprihatinkan serta mengancam jiwa.

Poster FIlm

Artikel Terkait