Layar Animasi Anak Indonesiana TV Jadi Panggung Animasi Pilot Karya Anak Negeri

Senin, 18 November 2024, 2:01 - 4 Menit, 53 Detik Membaca

Layar Animasi Anak Indonesiana TV Jadi Panggung Animasi Pilot Karya Anak Negeri

KUTUBUKUKARTUN-KUTUBUKUKARTUN–Jakarta Film Week 2024 telah berhasil diadakan di CGV Grand Indonesia pada Oktober lalu. Dalam banyaknya acara dan seminar yang dihadirkan, salah satu yang menarik adalah presentasi dari Indonesiana TV yang membagikan 3 animasi pilot yang begitu keren dan konseptual.

Pada pembuka acara, Chandra Endroputro selaku produser animasi dari Indonesiana TV yang tergabung oleh AINAKI membuka acara ini dan menjadikannya acara cour pertama dari layar animasi anak yang dipersembahkan oleh Indonesiana TV. 

Cour adalah bagian dari satuan siaran televisi yang dikerjakan selama tiga bulan, yang sesuai dengan salah satu dari beberapa musim dari sebuah serial TV. Walaupun kata cour sendiri identik dengan proses produksi dalam serial TV anime maupun animasi luar negeri, Indonesiana TV–sebagai kanal TV streaming khusus tayangan seni dan kebudayaan khas Indonesia–mampu membuat produksi animasi jaringan dengan berskala luar negeri dengan segmen cour perdana yang mereka luncurkan.

“Khusus animasi, kita memang sedang giat-giatnya menggalakkan film atau serial animasi. Ini adalah open call yang diambil dari open call yang kedua, tapi (ini) open call yang pertama buat animasi. Mudah-mudahan ia akan terus berlanjut setiap tahun. Sehingga menghasilkan karya-karya animasi yang lebih baik. 

Dan mungkin dari para penonton di sini nantinya juga akan menjadi animator dan sutradara dalam animasi. Kita harapkan supaya Indonesia punya serial atau film animasi sendiri yang cukup dipandang,” kata Chandra dalam pembukaan acara.

“Banti & Rengo” adalah salah satu animasi yang kami tonton dan akan kita ulas di sini. Kreasi dari Adityo Baharmoko di ARK Animasi Studio Tegal ini memiliki cerita keseharian yang menarik. Berlatarkan di suatu desa bernama Desa Mahesa yang berada di kaki gunung dengan iklim dingin dan berkabut. Ditinggali oleh suku ras banteng dan kerbau yang hidup berdampingan.

Desa ini dihuni beberapa karakter hewan antropomorfik, salah satu tokoh utama bernama Banti, ras banteng loreng yang notabene merupakan ras yang sudah lama tidak lahir selama 70 tahun dan, kehidupannya sekarang menjadi sosok yang ditunggu warga. Corak di tubuh Banti sebagai Banteng loreng yang identik dengan loreng harimau mengingatkan kami dengan harimau sumatra, spesies fauna Indonesia yang terancam punah. 

Animasi pembukanya begitu menarik dengan sentuhan 3D biasa. Para pengisi suara yang terdiri dari Vita Beswara (Banti), Awing Al Jamal (Rengo), dan Betaria Purple (Mbah Bantari) mewarnai animasi ini dengan logat yang khas dari keseharian wilayah Tegal.

Adityo membagikan ceritanya terkait latar belakang dibuatnya “Banti & Rengo” ini, yang mana ide ini sudah lahir sejak 2 tahun lalu. Terinspirasi dari pengalamannya  di Tegal saat berkesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat di desanya. Ide ini lahir ketika Adityo mendengarkan keluh kesah petani yang gagal panen imbas pandemi Covid-19. Kisah ringan tentang kehidupan desa yang ingin Adityo buat melahirkan dua karakter utama, yang terdiri dari Banti si anak desa, dan Rengo si anak yang tinggal berpindah kota–yang mana karakter satu ini merepresentasikan dirinya sendiri.

Animasi kedua yang tidak kalah menarik adalah IP pertama dari studio animasi baru di Yogyakarta, Dipadira Animations Studios. Yaitu “Kwartet: Gupala Sang Jagawana” atau dalam bahasa Inggris berjudul “Kwartet the Adventure”.

Mengisahkan 4 anak beken dari Jogja yang bersinggungan dengan alam gaib karena tidak sengaja menyenggol sesajen yang mereka jumpai. Dengan style animasi yang fluid dan teknik puppet animation yang khas dikerjakan dalam format 3D. Dengan arahan Oni Suandiko dan Dicky Suprayogi, menampilkan benturan kesan seram dan cheerfull dari kebudayaan indonesia menjadi satu paket. Terinspirasi oleh kisah seram dan mitos daerah yang dibuat menjadi bernuansa ramah untuk anak. Untuk mengisahkan secara halus kepada penonton tentang mitos dan urban daerah tetapi dengan cara prasekolah mengenai lingkungan hidup. 

Yang terakhir adalah “Ksatria Semesta” dari Manimonki Studios Yogyakarta. Diarahkan Yudhatama selaku wakil pendiri, animasi ini menyajikan sesuatu yang berbeda yang disubmisi oleh Indonesiana TV. Mengisahkan seorang gadis pintar yang ahli dalam dunia sains robot dan sering memenangkan kompetisi, namun dipaksa oleh gurunya untuk mengikuti kejuaraan tanaman hias. 

Dengan rintangan yang harus dia hadapi saat menjalankan kompetisi, dia dapat memadukan robot dengan tanaman, apakah dia bakal berhasil? Yang berbeda dari produksi animasi Manimonki kali ini adalah konsep animasinya yang sedikit patah-patah dengan sedikit beberapa frame rate, yang mengingatkan kita dengan seri kartun “Fairly Oddparents a New Wish”, dan terlebih lagi dengan suara tokoh utamanya yang nampol dari Mirna Hayati. 

Hal terakhir yang kami rasa menarik untuk dibagikan di sini adalah pada saat sesi tanya jawab. Bagi yang ingin memberi submisi (misalnya berupa animasi) ke Indonesiana TV, barangkali perlu tahu syarat yang harus dipenuhi. Apakah harus menampilkan unsur kebudayaan Indonesia?

Pak Chandra sebagai produser menjawab bahwa animasi yang ingin disubmisikan ke Indonesiana TV tidak perlu semuanya harus menampilkan tema dan unsur seperti kesenian budaya tradisional atau adat istiadat, tapi yang penting adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pilot animasi ini, yang bisa dianggap sebagai ‘semangat keindonesiaan’. Misalnya seperti “Ksatria Semesta”, walaupun tidak ada kebudayaan indonesia, tetapi referensi moral yang ditampilkan dari seri ini adalah kebersamaan. 

“Jadi memang, kalau kita ingin membuat tayangan kita berbeda dari jagat animasi luar itu, kita harus balik ke lokal. Karena kita punya keunikan, dan keunikan itu justru punya caranya sendiri untuk menjadi sukses. Artinya, kita tidak harus menjadi Amerika, menjadi Jepang, (atau) menjadi Korea untuk menjadi sukses. Kita menjadi diri kita sendiri dengan cara kita sendiri.” pesan Pak Chandra.

Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Indonesiana.TV (@indonesiana.tv)

Ketiga animasi ini sebelumnya sudah mendapatkan corong oleh Indonesiana TV dalam segmen Open Call Produksi Animasi Anak 2024 yang sudah dilakukan pada 5 April lalu. Para finalis ini berhak mendapatkan bimbingan teknis dengan mentor sineas berpengalaman & biaya produksi masing-masing sebesar 200 juta rupiah (termasuk pajak).

Aditya triantoro juga hadir dalam acara ini.

Jika ditanya apakah ketiga pilot animasi ini akan dikembangkan menjadi serial, jawabannya ditunggu saja. Langkah untuk Indonesiana TV kedepannya adalah mengedepankan langkah-langkah untuk karya anak bangsa, dan memfokuskan Indonesiana TV sebagai corong untuk jaringan khususnya apresiasi kepada animasi tanah air.

Saat sesi berfoto, kami sempat bertanya kepada Mirna Hayati, selaku dubber Indonesia terkenal yang mengisi suara karakter dalam animasi tersebut. Beliau mengatakan bahwa dirinya senang bisa dipercaya kembali mengisi suara karakter baru dari animasi baru yang sepenuhnya berbeda waktu dia pertama kali dipercaya mengisi suara Unyil di “Petualangan Si Unyil” yang juga dikerjakan oleh studio Manimonki beberapa tahun silam. 

Mirna Hayati bersama suaminya hadir dalam acara ini.

Martini Tini

Martini Tini

Hanya orang yang masih betah sama yang dia buat dan suka

Artikel Terkait